Artikel : Anggitane
HujanMusik!, Bogor – Tujuh tahun lalu saya mengenalnya selayaknya anak skena lainnya. Sangat mudah menandai keberadaan orang ini dari ciri kepala botak, gigi ompong, lengkap dengan seragam Fred Perry dan Herrington Corduroy-nya. Sesekali tampil dengan setelan outdoor activity brand lokal Con***a. Yang jelas, pada perjumpaan pertama, sosok satu ini kerap mematung di depan toko outdoor yang tak jauh dari pasar Gunung Batu.
Mang Didi, demikian kawan sejawat menyapanya. Kiprahnya mungkin tak asing bagi penggiat skena Bogor awal 2000-an. Apalagi perjalanan masa mudanya lebih banyak diisi bersama komunitas dan venue musik ciri khas.
Di kawasan Gunung Batu, tempat di mana mang Didi singgah, tak pernah sepi anak-anak muda yang punya niat memperdalam pengetahuan. Tak hanya soal skena, mang Didi ini rupanya sesekali juga menjadi mentor spesialis papan panjat. Bahkan namanya tercatat sebagai salah satu official tim Panjat Dinding Kota Bogor pada gelaran PORDA Jawa Barat 2016 lalu.
Didi dikenal sebagai pengocok gitar bersama Cocktailsjammin, unit ska-reggae Bogor. Konon bersama band ini sound gitarnya telah berhasil didokumentasikan dalam mini album bertajuk “Fresh for Jammin” yang sempat dirilis dan diedarkan secara independen pada 2013. Bisa jadi, mini album yang berisi 8 lagu dan satu lagu ‘cover’ tersebut merupakan buah kesadaran untuk memberikan pertanggungjawaban karya kepada komunitas.
Baiklah….bukan karena kiprahnya bersama Cocktails yang membuat saya merasa perlu menulis soal Didi. Aktivitas terakhirnya bersama Perhimpunan Herpetologer Indonesia (PHI) dan Ciliwung Reptil Center (CRC) lah yang membuat saya tertarik. Didi adalah sedikit dari generasi yang paham soal reptil, tak semata reptil yang sering kita jumpai di petshop, tapi kelasnya adalah viper dan melata berbahaya lainnya.
Saya rasa seorang Didi tengah berusaha mencatatkan namanya sebagai satu orang Bogor yang mendalami hepetologi (herpetologist). Menurut catatan Wikipedia, Herpetologi adalah cabang ilmu zoologi yang mempelajari kehidupan reptilia (yakni kerabat kura-kura, buaya, tuatara, cecak dan kadal, serta ular) dan amfibia (kerabat salamander, katak, serta sesilia). Herpetologi makin banyak dipelajari seiring dengan berkembangnya kecenderungan menjadikan reptil sebagai hewan peliharaan. Selain itu, banyak anggota dari kedua kelompok besar hewan ini yang menghasilkan racun yang, di antaranya, dapat digunakan sebagai bahan baku obat-obatan bagi penyakit jantung.
Transformasi penting seorang Didi, dalam hemat saya, layak didokumentasikan. Minatnya setelah gitar, papan panjat dan totopong sunda, adalah dunia hewan melata. Jika dulu sulit ditemui karena sibuk tur Jawa bersama bandnya, kini Didi sulit ditemui karena lebih sering menepi mencari katak, laba-laba, ular, kadal dan lainnya. Bukan untuk dijual, tapi untuk dipelajari.
“Ya sekarang lebih banyak nge-guide turis dari mancanegara untuk melakukan pengamatan di sini dan tak pernah berhenti untuk belajar apapun selagi itu positif, mang”, terangnya pada satu waktu.
Didi memang jarang terlihat lagi di panggung Taman Ade Irma Suryani (Taman Topi), waktunya lebih banyak diluangkan bersama rekan-rekan demi kelestarian dan pengetahuan.
..
Idola aku❤️
T.O.P mang didi… Tetap istiqomah yah dalan segala hal yg baik…
Semoga hujanmusik juga bisa jadi idola teh Windy Prihar
Aamiin…
Terima kasih sudah berkunjung ke hujanmusik